Pengaruh
Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu : Angga Hidayat
NIDN : 0426108802
Disusun oleh :
1.
Ai Susanti 2013122579
2.
Ami Nopiasari 2013120903
3.
Ayu Wulan Inayah 2013122256
4.
Frida Isnaini 2013122488
5.
Hendra 2013120819
6.
Karmila Ratnasari 2013121479
7.
Muhammad Yahya 2013121228
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS
PAMULANG
Puji syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas ini dengan baik, adapun judul tugas yang penulis susun
adalah “Pengaruh Pendapatan Pajak
Penghasilan Pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kebayoran Baru Dua”.Penyusunan ini dimaksud untuk memenuhi tugas
mata kuliah Metodologi Penilitian di UniversitasPamulang.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis telah
mendapatkan banyak bantuan motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telat membantu selama penyusunan tugas ini.
Segala daya upaya telah penulis curahkan untuk
menyelesaikan tugas ini. Kalaupun masih terdapat kekurangan baik dari segi
materi serta teknik penulisan, sebagai manusia tentunya tak akan lepas dari hal
ini. Untuk itu penulis dengan senang hati membuka diri untuk menerima kritik
serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang perduli dengan hasil
penulisan tugas ini.
Akhirnya segenap usaha maksimal dan doa penulis
kepada Tuhan Yang Maha Esa jugalah penulis pasrahkan hasil akhir dan semoga
tugas ini bermanfaat bagi para pembaca.
Pamulang, Januari 2016
Penulis
Negara merupakan suatu organisasi
persekutuan hukum dalam daerah tertentu dan memiliki kekuasaan tertinggi untuk
menyelenggarakan kepentingan umum dan kemakmuran bersama.Dimana organisasi
persekutuan yang dimaksud adalah suatu bentuk pergaulan hidup manusia dan
memiliki wilayah, rakyat dan pemerintah.Pemerintah menuntut ketaatan dari
setiap warga negaranya dengan peraturan perundang-undangan melalui kekuasaan
yang sah.
Seiring dengan perkembangan perekonomian
Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakan-kebijakan pajak. Oleh karena itu,
pajak merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat.Salah satu bagian
yang disoroti adalah hukum pajak yang sering disebut dengan hukum fiskal yaitu
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah untuk
memungut pajak.Dengan kata memungut, terlihat adanya kegiatan pengambilan
kekayaan seseorang dan mengarahkan kembali kepada masyarakat melalui kas
Negara, maka pajak ditinjau dari segi ekonomi sebagai peralihan uang dari
sektor swasta atau individu ke sektor masyarakat atau pemerintah tanpa imbalan
secara langsung.
Setiap warga Negara yang memperoleh
penghasilan wajib membayar pajak penghasilan baik secara
pribadi/perusahaan.Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban
warga Negara berupa pengabdian serta peran aktif untuk membiayai berbagai
keperluan Negara yang pelaksanaannnya diatur dalam undang-undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu
penerimaan pajak terus ditingkatkan termaksud Pajak Penghasilan Pasal 21,
dimana Pajak Penghasilan Pasal 21 ini memberikan kontribusi yang cukup penting
dalam menyumbang penerimaan pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak
atas penghasilan berupa gaji, honorarium, tunjangan, serta pembayaran lain
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan lainnya.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.Dari definisi tersebut dijelaskan bahwa rakyat
tidak mendapatkan imbalan secara langsung atas pembayaran pajaknya sehingga
wajib pajak tidak termotivasi untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Untuk menumbuhkan motivasi wajib pajak
dalam membayar pajak, maka dalam pelaksanaan sosialisasi aparat pajak harus
memaparkan secara konkret manfaat pajak dan menumbuhkan kesadaran bahwa pajak
digunakan untuk keperluan Negara bagi kemakmuran rakyat.Manfaat pajak
diantaranya yaitu untuk membangun rumah sakit, sekolah, jalan, jembatan,
menggaji pegawai negeri sipil, keamanan dan membangun fasilitas umum.
Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan
salah satu bagian dari beberapa jenis penerimaan pajak selain pendapatan dari
Migas dan jenis pajak lainnya yang merupakan sumber pendapatan Negara atau
dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua.Berdasarkan
beberapa uraian diatas maka penulis ingin meneliti tentang “PENGARUH PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TERHADAP PENERIMAAN
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KEBAYORAN BARU DUA”.
Berdasarkan uraian di atas dan untuk
lebih mengenali masalah yang akan diteliti, maka penulis melakukan identifikasi
masalah sebagai berikut:
1.
Masih rendahnya
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
2.
Adanya
ketidaktahuan wajib pajak dalam membayar pajak.
3.
Rendahnya
partisipasi masyarakat dalam mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.
4.
Tingkat
pengangguran mengurangi jumlah pendapatan Pajak PenghasilanPasal 21.
5.
Adanya rasa
kecewa wajib pajak terhadap kejadian korupsi pajak yang sering dilakukan oleh
pegawai pajak.
6.
Adanya wajib
pajak yang tidak aktif dalam membayar pajak.
Dalam penulisan ini penulis membatasi
pembahasan dan penelitian hanya Pengaruh Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21
Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru
Dua.
1.
Pendapatan Pajak
Penghasilan Pasal 21 merupakan penerimaan pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi. Baik sebagai pegawai yang menerima gaji, upah, honorarium atau
Wajib Pajak Orang Pribadi bukan pegawai.
2.
Penerimaan pajak
yang dimaksud adalah penerimaan pajak secara keseluruhan baik dari Pajak
Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Penghasilan Pasal 23,
dan Pajak Penghasilan Final serta pajak lain kecuali pendapatan dari sektor
Migas.
3.
Penelitian dalam
penulisan ini dilakukan pada instansi pemerintah yang bernaung di bawah
Departemen Keuangan. Instansi tersebut adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Kebayoran Baru Dua yang beralamat di Jalan Ciputat Raya Nomor 2, Pondok
Pinang, Kebayoran Lama, DKI Jakarta.
4.
Penelitian ini
dilaksanakan sejakbulan Januari 2016 sampai dengan bulan Juni 2016.
5.
Data-data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data laporan penerimaan pajak yang telah
disusun dan telah dilaporkan sebagai pendapatan Negara oleh Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua. Laporan penerimaan yang akan diteliti adalah
laporan penerimaan tahun 2013, dan tahun
2014.
6.
Penelitian dalam
penulisan ini dilakukan dengan deskriptif kuantitatif, dimana deskriptif
kuantitatif merupakan analisa yang bersifat hitungan dengan mengumpulkan,
mengolah, dan menganalisa data yang berwujud angka.
Dalam penulisan ini penulis sebagian
besar berpedoman pada Undang-Undang Perpajakan tentang apa saja yang termasuk
dalam kategori Pajak Penghasilan Pasal 21.
Berdasarkan identifikasi masalah dan
batasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Berapa besar
Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kebayoran Baru Dua?
2.
Berapa besar
Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua?
3.
Seberapa besar
Pengaruh Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua?
1.
Tujuan
Penelitian
a. Untuk mengetahui seberapa besar Pendapatan Pajak
Penghasilan Pasal 21 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua.
b. Untuk mengetahui seberapa besar Penerimaan Pajak
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua.
c. Untuk mengetahui seberapa besar Pengaruh Pendapatan
Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua.
2.
Manfaat
Penelitian
a. Manfaat penelitian
1)
Bagi Penulis
Untuk menerapkan dalam dunia nyata tentang segala
teori dan pengetahuan yang didapat dari proses perkuliahan.
2)
Bagi Universitas
Pamulang
Diharapkan dapat menambah perbendaharaan karya
ilmiah dalam pustaka Universitas Pamulang.
3)
Bagi Peneliti
Selanjutnya
Agar dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Diharapkan pihak Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kebayoran Baru Dua dapat meningkatkan pendapatan pajak penghasilan
pasal 21 dengan pendekatan serta memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
pentingnya membayar pajak dalam menunjang perekonomian bangsa.
Sekaran dalam Sugiyono (2014: 60)
mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi
sebagai masalah yang penting.
Kerangka berfikir yang baik adalah yang
menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti.
Menurut Sugiyono (2014: 60) kerangka berfikir merupakan sintesa tentang
hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah
dideskripsikan.Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut,
selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan
sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti.Sintesa tentang hubungan
variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.
Bermula dari fenomena tentang kepatuhan
wajib pajak dan pendapatan pajak penghasilan serta penerimaan pajak, maka
diharapkan pembaca dapat mengerti hubungan antara permasalahan dalam perpajakan
yang didukung oleh Grand Theory dan Middle Theory tentang perpajakan yang
kemudian diimplementasikan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru
Duadengan Judul Pengaruh Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap
Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua. Dari
judul tersebut di atas, dapat diketahui variabel penelitian yaitu Pendapatan
Pajak Penghasilan Pasal 21 (X) dan Penerimaan Pajak (Y).Lalu dilakukan
pengujian dengan model matematik berupa Regresi Linier Sederhana, Koefisien
Korelasi Product Moment, Koefisien Determinasi, dan Uji Signifikan Koefisien
Korelasi.Dari pengujian tersebut menghasilkan uji hipotesis yaitu terdapat
pengaruh yang positif antara pendapatan pajak penghasilan pasal 21 dan
penerimaan pajak.Dan hasil penelitian ini diharapkan adalah Pendapatan Pajak
Penghasilan Pasal 21 berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan
pajak.Hal ini didukung dengan fakta dan alur pemikiran deduktif dan induktif.
Hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2014: 64).Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.
Adapun hipotesis yang disimpulkan
sementara oleh penulis, antara lain:
H0 : P = 0 Tidak terdapat pengaruh Pajak
Penghasilan Pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kebayoran Baru Dua.
Ha : P ≠ 0 Terdapat pengaruh Pajak Penghasilan
Pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kebayoran Baru Dua.
Dalam skripsi ini, pembahasan yang
penulis sajikan terbagi dalam lima bab, yang secara singkat akan diuraikan
sebagai berikut:
1.
Sampul muka
2.
Halaman
pengesahan
3.
Halaman
pernyataan
4.
Halaman abstrak
(bahasa Indonesia)
5.
Halaman abstract
(bahasa Inggris)
6.
Kata pengantar
7.
Daftar isi
8.
Daftar tabel
9.
Daftar gambar
10.
Daftar lampiran
11.
Bagian utama
Bab I :
Pendahuluan
a.
Latar Belakang
Masalah
b.
Identifikasi
Masalah
c.
Pembatasan
Masalah
d.
Perumusan
Masalah
e.
Tujuan dan
Manfaat Penelitian
f.
Kerangka
Pemikiran
g.
Hipotesis
h.
Sistematika
Penulisan
i.
Teori/Tinjauan
Pustaka/Kerangka Pemikiran
Bab II: Tinjauan
Pustaka
Bab III: Metodologi
Penelitian
a.
Ruang Lingkup
Penelitian
b.
Metode Penentuan
Sampel
c.
Metode
Pengumpulan Data
d.
Metode Analisis
Data
e.
Operasional
Variabel
Bab IV: Hasil dan
Pembahasan
Bab V: Kesimpulan dan
Saran
12.
Bagian akhir,
terdiri dari:
a.
Daftar Pustaka
b.
Lampiran
c.
Surat Bukti atau
Keterangan Melakukan Penelitian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengaruh
adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Atau dengan kata lain,
pengaruh merupakan keteladanan yang secara langsung atau tidak langsung
mengakibatkan suatu perubahan perilaku atau sikap dengan proses dan metode
tertentu.
Dengan pengertian bahwa pengaruh
merupakan suatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
Sehubungan dengan adanya pelatihan yang akan dilakukan, pengaruh merupakan
bentuk hubungan sebab akibat antara beberapa variabel. Dalam hal ini,
pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21 akan memberikan pengaruh terhadap
penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua.
a.
Pengertian
Penerimaan Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas
Negara. Pengertian penerimaan negara berbeda dengan pendapatan negara.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih.
Penerimaan Negara dalam arti (penerimaan
pemerintah) merupakan tulang punggung pelaksanaan kegiatan pemerintah, terutama
untuk mencapai kemandirian dan keberlangsungan dalam membiayai pengeluaran yang
semakin waktu bertambah besar.Pengeluaran untuk membiayai belanja Negara yang
berasal dari dalam negeri tanpa harus bergantung dengan bantuan atau pinjaman
dari luar negeri yang semakin relatif sulit untuk diharapkan.Hal ini berarti
bahwa semua pembelanjaan Negara harus dibiayai dari pendapatan Negara, yaitu
penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak.
b. Pencatatan Penerimaan
Berdasarkan pasal 4 ayat (2) Peraturan
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 pembayaran yang dilakukan Wajib
Pajak, penerimaan diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal
pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak melalui Bank Persepsi. Kantor
Pelayanan Pajak akan mengkonfirmasi berdasarkan Nomor Transaksi Penerimaan
Negara (NTPN) yang tercantum dalam bukti setoran yang dilaporkan oleh Wajib
Pajak dengan batas waktu pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu tanggal 10
bulan berikutnya dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu tanggal 20
bulan berikutnya.
Bank Persepsi menurut Pasal 1 angka 13
Peraturan Jenderal Perbendaharaan PER-78/PB.2006 adalah bank umum yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam
rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan
penerimaan bukan pajak.
a. Pengertian Pajak
Dalam melakukan kegiatan usaha, tidak
dapat terlepas dari masalah perpajakan baik dari perusahaan kecil maupun
besar.Masyarakat biasa pun tidak terlepas dari masalah perpajakan ketika
melakukan transaksi jual beli, ataupun menerima penghasilan dari hasil kerja.
Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2013:
1) pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang
dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Mardiasmo (2013: 23) pajak ialah
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Dari definisi tersebut, Mardiasmo (2013:
1) menyimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1)
Iuran dari
rakyat kepada Negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara.Iuran
tersebut berupa uang (bukan barang).
2)
Berdasarkan
undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3)
Tanpa jasa
timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
4)
Digunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat
bagi masyarakat luas.
b. Pengelompokan Pajak
Menurut Mardiasmo (2013: 5) pajak dapat
dikelompokkan menurut:
1)
Golongannya
a)
Pajak langsung
yaitu pajak yang harus di pikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
b)
Pajak tidak
langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai .
2)
Sifatnya
a)
Pajak subjektif
yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
b)
Pajak objektif
yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri
wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3)
Lembaga
Pemungutan
a)
Pajak pusat
yaitu pajak yang di pungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga Negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai,Pajak
Penjualan atas Barang Mewah,dan Bea Materai.
b)
Pajak daerah
yaitu pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
-
Pajak Propinsi,
contoh:Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Motor.
-
Pajak Kabupaten
atau Kota, contoh: Pajak Hotel,PajakRestoran dan Pajak Hiburan.
c. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2013: 1)pajak
memiliki dua fungsi, yaitu:
1)
Fungsi budgetair
yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2)
Fungsi mengatur
yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
d. Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2013: 2) agar
pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atas perlawanan maka pemungutan
pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1)
Pemungutan pajak
harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan kunjungan hukum, yakni mencapai
keadilan undang-undang sesuai dengan pelaksanaan pemungutan harus adil, adil
dalam perundang-undangan di antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata
serta disesuiakan dengan kemampuan masing-masing.Sedang adil dalam peranannya
yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertimbangan
pajak.
2)
Pemungutan pajak
harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
Di Indonesia, pajak di atur dalam UUD 1945 pasal 23
ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
negara dan warga negaranya.
3)
Tidak mengganggu
perekonomian (syarat ekonomi)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran
kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
4)
Pemungutan pajak
harus efisien (syarat finansial)
Sesuai fungsi budgetair,biaya pemungutan pajak harus
dapat di tekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutanya.
5)
Sistem
pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sangat sederhana akan
memudahkan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
e. Tata Cara Pemungutan Pajak
1)
Stelsel Pajak
Menurut
Mardiasmo (2013: 6)pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
a) Stelsel nyata (riel
stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek
(penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir
tahun pajak.Yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.Stelsel nyata
mempunyai kelebihan dan kekurangan.Kelebihannya adalah pajak yang dikenakan
lebih realitis, sedangkan kekurangannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada
akhir periode (setelah hasil penghasilan riil diketahui).
b) Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang di atur oleh undang-undang, misalnya penghasilan satu tahun dari
suatu tahun di anggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun
pajak sudah dapat ditentukan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak
berjalan. Kelebihan dari stelselini adalah pajak dapat di bayar selama tahun
berjalan tanpa harus menunggu pada akhir tahun,sedangkan kekurangannya adalah
pajak yang di bayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungghnya.
c)
Stelsel
campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara
stelsel nyata dan stelsel anggapan pada awal tahun, besarnya pajak di hitung
berdasarkan pada suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.Jika besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus
menambah pembayaran dan sebaliknya,jika lebih kecil kelebihannya dapat di minta
kembali.
2) Asas Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2013: 7) terdapat
beberapa asas dalam pemungutan pajak, yaitu:
a) Asas domisili
Negara berhak mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya,baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.Asas ini berlaku untuk
wajib pajak dalam negeri.
b) Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
wajib pajak.
c) Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaaan suatu negara.
3) Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2013: 7) terdapat 3
sistem pemungutan pajak, yaitu:
a) Official
Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri –cirinya:
-
Wewenang untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus.
-
Wajib pajak
bersifat pasif.
-
Utang pajak
timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b) Self Assessment
System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada wajib pajak sendiri.
- Wajib pajak aktif mulai dari menghitung,menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
- Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c) With Holding
System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak
yang bersangkutan) untuk memenuhi besaranya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak
yang terutang ada pada pihak ketiga,pihak selain fiskus dan wajib pajak.
a. Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut Resmi (2009: 80) pajak
penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
Pajak penghasilan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
7 tahun 1991 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008.
Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang
diterima atau diperoleh baik orang pribadi maupun badan.
b. Subjek Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun
2008, yang menjadi subjek pajak adalah:
1) Orang pribadi.
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuanmenggantikan yang berhak.
3) Badan.
Adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
(Dirjen Pajak Kementerian Keuangan.2012)
4) Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Menurut Dirjen Pajak Kementerian Keuangan.(2012) Bentuk
Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun
2008, subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalamnegeri dan subjek pajak
luar negeri.
Subjek pajak dalam negeri adalah:
a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuanmenggantikan yang berhak.
Subjek pajak luar
negeri adalah:
a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usahatetap di
Indonesia.
b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatanmelalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun
2008, yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan yaitu:
a) Kantor perwakilan negara asing.
b) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat
atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara
bersangkutanmemberikan perlakuan timbal balik.
c) Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
-
Indonesia
menjadi anggota organisasi tersebut.
-
Tidak
menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintahyang dananya berasal dari
iuran para anggota.
d) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional
sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
c. Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah
penghasilan.Menurut Yolina (2009: 31) penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh baik yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan. Menurut Yolina (2009: 32) yang termasuk
dalam penghasilan adalah sebagai berikut:
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk
lainnya.
2) Hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan, dan
penghargaan.
3) Laba usaha.
4) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya.
6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
lainnya karena jaminan pengembalian utang.
7) Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun.
8) Royalti.
9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta.
10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11) Keuntungan karena pembebasan utang.
12) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14) Premi asuransi termasuk premi reasuransi.
15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume usaha atau pekerjaan
bebas anggotanya.
16) Tambahan kekayaan netto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Menurut Yolina (2009: 32) yang tidak
termasuk objek pajak adalah sebagai berikut:
1) Bantuan atau sumbangan, harta hibah yang diterima
oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan oleh badan
keagamaan, badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2) Warisan.
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh
badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
dari wajib pajak atau pemerintah.
5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada prang
pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.
6) Deviden atau bagian laba yang diterima atau
diperoleh PT sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau
organisasi sejenis, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai.
8) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota
dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma dan kongsi.
9) Bunga obligasi yang diterima perusahaan reksadana.
10) Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia.
Menurut Yolina (2009: 33) ada beberapa
objek pajak yang dipotong pajak penghasilan dan bersifat final adalah sebagai
berikut:
1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan dari transaksi penjualan di bursa efek.
2)
Penghasilan yang
diterima oleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan.
3)
Penghasilan yang
diterima dari sewa atas tanah dan/atau bangunan.
d. Perhitungan Pajak Penghasilan
Untuk menghitung Pajak Penghasilan,
terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya.Untuk Wajib Pajak
Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak
adalah Penghasilan Kena Pajak.Sedangkan untuk Wajib Pajak Luar Negeri adalah
penghasilan bruto.
Penghitungan besarnya penghasilan netto
bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
1) Menggunakan pembukuan.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan
yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak
berakhir (Mardiasmo, 2013: 163).
Untuk menghitung penghasilan kena pajak
dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)
= penghasilan netto – PTKP
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU
PPh) - PTKP
b) Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)
= penghasilan netto
= penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU
PPh
2) Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto.
Wajib pajak yang boleh menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto adalah wajb pajak orang pribadi yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a) Peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000,- per
tahun.
b) Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan pertama dari tahun buku.
c) Menyelenggarakan pencatatan.
Berikut adalah
contoh penghitungan pajak yang terutang dengan menggunakan norma penghitungan
penghasilan netto:
Wajib Pajak Anto (K/1),
seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan
di Cirebon. Misalnya besarnya persentase norma untuk industri rotan di Cirebon
12,5% dan dokter di Jakarta 45%.
Peredaran usaha dari
industri rotan di Cirebon setahun adalah sebesar Rp 400.000.000,-
Penerimaan bruto
seorang dokter di Jakarta setahun adalah sebesar Rp 100.000.000,-
Penghasilan Netto
dihitung sebagai berikut:
Dari industri rotan
= 12,5% x Rp 400.000.000,-
=Rp
50.000.000,-
Sebagai dokter =
45% x Rp 100.000.000,- =Rp
45.000.000,-
Jumlah
penghasilan netto =Rp
95.000.000,-
a. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Waluyo (2008: 190) pajak
penghasilan pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan bentuk dan
nama apapun. Sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan
oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
Menurut Suprianto (2011: 36) pajak penghasilan pasal 21 adalah pemotongan
pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diterimaatau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri wajibdilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai, Bendahara pemerintah
yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; Dana pensiun atau badan lain yang
membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka
pensiun; Badan yang membayar honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, dan Penyelenggara kegiatan yang
melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
Menurut Mardiasmo (2013: 191) penerima
penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah wajib pajak orang pribadi
yang merupakan:
1) Pegawai.
2) Penerima uang pesangon.
3) Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
4) Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.
b. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008, pemotongan pajak atas Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh:
1) Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaanyang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2)
Bendahara
pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
3)
Dana pensiun
atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama
apapun dalam rangka pensiun.
4)
Badan yang
membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
termasuk jasa tenaga ahli yangmelakukan pekerjaan bebas.
5)
Penyelenggara
kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaansuatu kegiatan.
Sedangkan menurut Mardiasmo (2013: 191)
yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:
1) Kantor perwakilan Negara asing.
2) Organisasi-organisasi internasional yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3) Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang
pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
c. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Mardiasmo (2013: 193) yang
termasuk penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:
1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai
tetap.
2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima
pensiun.
3) Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan
kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun.
4) Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja
lepas.
5) Imbalan kepada bukan pegawai.
6) Imbalan kepada peserta kegiatan.
7) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut
Mardiasmo (2013: 194) yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:
1) Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari
perusahaan asuransi.
2) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
dalam bentuk apapun diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, yang diberikan
wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dan yang
dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus.
3) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari
tua atau iuran jaminan hari tua kepada Badan penyelenggara tunjangan hari tua
atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi
kerja.
4) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak
dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah,
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
5) Beasiswa.
d. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Dirjen Pajak Kementerian
Keuangan(2012) berikut adalah tarif dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal
21, yaitu:
1) Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan
pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan
dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang
PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PhKP). PhKP dihitung berdasarkan
sebagai berikut:
a) Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya
jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp
500.000,- sebulan); dikurangi iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b) Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto
dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,-
setahun atau Rp 200.000,- sebulan) dikurangi PTKP.
c) Bukan Pegawai yang memiliki NPWP dan menerima
penghasilan secara berkesinambungan: 50 % dari Penghasilan bruto dikurangi PTKP
perbulan.
2) Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan 50% dari
jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan yang tidak
berkesinambungan.
3) Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan jumlah
penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak
dipecah.
4) Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan
calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya
melebihi Rp 200.000,- sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak
melebihi Rp 2.025.000,- dan atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh
Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari
penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 200.000,-. Bila dalam satu bulan takwim
jumlahnya melebihi Rp2.025.000,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat
dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari
penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
5) Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima
honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara
atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan
bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. IId kebawah,
anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I kebawah.
6) Besar PTKP adalah :
PTKP adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak yaitu besarnya
penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan netto Wajib Pajak Orang Pribadi
yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya dibawah PTKP tidak
akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus
sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka
penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
Penerima PTKP Setahun
Untuk diri pegawai Rp 24.300.000,-
Menikah Rp 2.025.000,-
Anggota keluarga (max 3 orang) Rp 2.025.000,-
Anggota keluarga adalah
anggota keluarga sedarah dan semenda dalam satu garis keturunan lurus, serta
anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
7) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak
Penghasilan adalah:
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak Tarif
sampai dengan Rp 50 juta 5%
diatas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta 15%
diatas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta 25%
diatas Rp 500 juta 30%
8) Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan
tarif 20 % lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 17.
e. Penghasilan Yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Final
Pajak
Penghasilan bersifat final, artinya bahwa seluruh pajak yang telah di potong/di
pungut oleh pihak pemotong/pemungut dianggap final (telah selesai) tanpa haruis
menunggu perhitungan dari pihak fiskus. Dalam arti yang lebih spesifik,
pemungutan Pajak Penghasilan bersifat final berarti jumlah pajak yang telah
dibayarkan dalam tahun berjalan melalui pemotongan (oleh pemberi kerja atau
pemotong yang lain) tidak dapat dikreditkan dari tota Pajak Penghasilan yang
terutang pada akhir suatu tahun saat mengisi Surat Pemberitahuan (SPT).
Menurut Resmi
(2009: 177) beberapa penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
bersifat final adalah:
1) Penghasilan berupa uang pesangon dan uang tebusan
pensiun yang di bayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, serta Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang
dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
2)
Penghasilan
berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, uang hadir, uang lembur,
imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apapun yang di terima oleh
Pejabat Negaram Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya
berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, kecuali yang yang dibayarkan
kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan anggota TNI/POLRI
berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke
bawah.
3)
Honorarium atau
komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
Barang dagangan yang di maksud dalam hal ini adalah barang-barang rumah tangga
sehari-hari.
Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan
Pasal 21
1.
Tuan Andi wajib
pajak memiliki NPWP, telah berkeluarga dan memiliki 4 orang anak. Karyawan
tetap pada PT Cahaya yang memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,-,
tunjangan transport sebesar Rp 2.000.000,- premi asuransi kecelakaan kerja yang
dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp 300.000,- dan premi asuransi kematian
sebesar Rp 200.000,-. Iuran pensiun yang dibayar sendiri sebesar Rp 100.000,-
dan iuran jaminan hari tua sebesar Rp 150.000,-. Hitunglah PPh Pasal 21 per
bulan!
Jawab:
Gaji Pokok Rp
5.000.000,-
Tunjangan Transport Rp
2.000.000,-
Premi asuransi kecelakaan kerja Rp 300.000,-
Premi asuransi kematian Rp 200.000,-
Penghasilan bruto teratur Rp
7.500.000,-
Pengurang:
-Biaya jabatan Rp
375.000,-
-Iuran pensiun Rp
100.000,-
-Iuran jaminan hari tua Rp 150.000,-
Total pengurang Rp 625.000,-
Penghasilan netto sebulan Rp
6.875.000,-Penghasilan netto setahun Rp
82.500.000,-
PTKP (K/3)
-wajib pajak Rp
24.300.000,-
-kawin Rp 2.025.000,-
-tanggungan 3 Rp 6.075.000,-
Jumlah PTKP Rp
32.400.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp
50.100.000,-
PPh Pasal 21 terutang atas gaji:
-5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
-15% x Rp 100.000,- =
Rp 15.000,-
Total PPh pasal 21 terutang = Rp 2.515.000,-
Total PPh pasal 21 terutang per bulan = Rp
2.515.000,- : 12 = Rp 209.583,-
2. Tuan Rama merupakan pegawai tidak tetap pada PT
Cemerlang, memperoleh gaji yang di bayar bulanan sebesar Rp 3.000.000,-, belum
memiliki NPWP, dan telah menikah dengan 1 tanggungan. Hitunglah PPh Pasal 21
per bulan!
Jawab:
Gaji per bulan Rp
3.000.000,-
Penghasilan netto sebulan Rp 3.000.000,-
Penghasilan netto setahun Rp 36.000.000,-
PTKP (K/1):
-wajib pajak Rp
24.300.000,-
-kawin Rp 2.025.000,-
-tanggungan 1 Rp 2.025.000,-
Total PTKP Rp
28.350.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp 7.650.000,-
PPh Pasal 21 terutang atas gaji:
-5% x Rp 7.650.000,- =
Rp 382.500,-
Non NPWP : Rp 382.500,- x 120% = Rp 459.000,-
Total PPh pasal 21 terutang per bulan = Rp 459.000,-
: 12 = Rp 38.250,-
3.
Pada tahun 2013,
PT Abadi membayar kepada Tuan Kristian, SE, Ak atas jasa audit sebesar Rp
132.000.000,- (termasuk PPN). Hitunglah PPh Pasal 21 final!
Jawab:
DPP = 100/110 x Rp 132.000.000,- = Rp
120.000.000,- x 50%
= Rp 60.000.000,-
PPh pasal 21 final atas
jasa:
-5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
-15% x Rp 10.000.000,- = Rp 1.500.000,-
Total PPh pasal 21
final = Rp 4.000.000,-
4.
Irwan memiliki
NPWP adalah seorang marketing di PT Sentosa yang bukan merupakan karyawan tetap
pada bulan Januari 2013, Irwan menerima komisi atas penjualannya sebesar Rp
65.000.000,-. Hitunglah PPh Pasal 21!
Jawab:
PPh pasal 21 terutang
atas honorarium dan komisi:
-5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
-15% x Rp 15.000.000,- = Rp 2.250.000,-
Total PPh pasal 21
terutang = Rp 4.750.000,-
5.
Tuan Ahmad
memiliki NPWP bekerja di PT Elektronik sebagai perakit TV dengan upah satuan Rp
75.000,- penghasilan dibagikan setiap minggu (5 hari), ia mampu menyelesaikan
24 buah TV per minggu. Hitunglah PPh pasal 21!
Jawab:
5 hari kerja = 24 x Rp 75.000,- = Rp 1.800.000,-
Batas PTKP = 5 x Rp 200.000,- = Rp 1.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak = Rp 800.000,-
PPh pasal 21 terutang satu
bulan = 5% x Rp 800.000,- = Rp 40.000,-
6.
Tuan Nino
seorang seniman memperoleh penghasilan dari mendekorasi sebuah gedung,
memperoleh upah borongan sebesar Rp 15.000.000,- yang diselesaikan dalam waktu
5 hari, dengan di bantu oleh 3 orang tenaga kerja, masing-masing tenaga kerja
memperoleh Rp 50.000,- per hari. Hitunglah PPh pasal 21!
Jawab:
Penghasilan borongan Rp
15.000.000,-
Biaya tenaga kerja (3 x
5 x Rp 50.000,-) Rp 750.000,-
Penghasilan Rp
14.250.000,-
Batas PTKP (5 x Rp
200.000,-) Rp 1.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp
13.250.000,-
PPh pasal 21 terutang = 5% x Rp 13.250.000,- = Rp 662.500,-
Penulis menghadapi kesulitan dalam menyusun
tugas ini, tetapi semangat yang Penulis
miliki serta motivasi, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga
Penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Oleh karena itu,
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Angga
Hidayat, Ph. D., selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Universitas Pamulang,
2.
Ayah dan Ibu
yang telah memberikan motivasi, doa dan restunya,
3.
Teman-teman
yang telah memberikan bantuan dalam mengerjakan tugas ini sehingga tugas ini
dapat selesai tepat pada waktunya.
Dalam menyelesaikan tugas tepat waktu, penulis
membuat perencanaan waktu kegiatan yang akan dilaksanakan. Berikut adalah
jadwal kegiatan yang akan dilakukan oleh penulis:
Jadwal kegiatan
penelitian
No
|
Kegiatan
|
Januari
|
Februari
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
||||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||||
1
|
Memilih masalah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
2
|
Pengajuan Judul
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
3
|
Konsultasi Judul
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
4
|
Penetapan Judul
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
5
|
Pengambilan Data
Pendukung
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||
6
|
Penyusunan Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
7
|
Konsultasi Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
8
|
Seminar Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
9
|
Perbaikan Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
10
|
pelaksanaan Penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
11
|
Pengumpulan Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
12
|
Pengolahan dan
analisis data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
13
|
Penyusunan skripsi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
14
|
Konsultasi Skripsi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
15
|
Seminar Skripsi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
16
|
Perbaikan/Penyerahan
Akhir
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Untuk menghindari kekurangan sumber pendanaan dalam
menyusun tugas ini, maka penulis membuat perencanaan keuangan/anggaran yang secara
rinci sesuai dengan rencana penggunaannya. Berikut adalah tabel anggaran yang
akan dikeluarkan dalam menyusun tugas ini:
Tabel Anggaran Penelitian
1. Bahan Habis Pakai
|
||||||||||||
Material
|
Pemakaian
|
Kuantitas
|
Harga Satuan (Rp)
|
Biaya per Tahun 2016
(Rp)
|
||||||||
Kertas A4
|
Untuk Penyusunan
Laporan
|
3
|
40.000,-
|
120.000,-
|
||||||||
Tinta Printer
|
Untuk Penyusunan
Laporan
|
2
|
100.000,-
|
200.000,-
|
||||||||
|
|
|
SUB TOTAL:
|
Rp 320.000,-
|
||||||||
2. Perjalanan
|
||||||||||||
Material
|
Pemakaian
|
Kuantitas
|
Harga Satuan ( Rp )
|
Biaya per Tahun 2016
(Rp)
|
||||||||
Perjalanan ke Objek
Instansi
|
Pengambilan Sampling
Data Teknis
|
10
|
10.000,-
|
100.000,-
|
||||||||
Survei
|
3
|
10.000,-
|
30.000,-
|
|||||||||
Pengujian Hasil
|
1
|
10.000,-
|
10.000,-
|
|||||||||
Pengambilan Data Hasil
pengujian
|
2
|
10.000,-
|
20.000,-
|
|||||||||
|
|
|
SUB TOTAL :
|
Rp 160.000,-
|
||||||||
3. Lain – Lain
|
||||||||||||
Kegiatan
|
Pemakaian
|
Kuantitas
|
Harga Satuan ( Rp )
|
Biaya per Tahun 2016
(Rp)
|
||||||||
Laporan
|
Penyusunan Laporan
|
4
|
40.000,-
|
160.000,-
|
||||||||
Publikasi
|
Dokumen Publikasi
|
1
|
370.000,-
|
370.000,-
|
||||||||
Seminar
|
Seminar Nasional
|
1
|
950.000,-
|
950.000,-
|
||||||||
Dosen Pembimbing
|
Menyusun Skripsi
|
1
|
1.500.000,-
|
1.500.000,-
|
||||||||
Jilid Hard Cover
|
Menyusun Skripsi
|
1
|
80.000,-
|
80.000,-
|
||||||||
Wisuda
|
Menyelesaikan Skripsi
|
1
|
1.500.000,-
|
1.500.000,-
|
||||||||
|
|
|
SUB TOTAL :
|
Rp 4.560.000,-
|
||||||||
TOTAL ANGGARAN YANG DIPERLUKAN
|
Rp 5.040.000,-
|
|||||||||||
Sumber
data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber sekunder. Sumber sekunder
adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data
(Sugiyono, 2014: 225) yaitu melalui dokumen yang dimiliki oleh Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua. Populasi dari penelitian ini adalah laporan jumlah Pajak Penghasilan yang akan dijadikan
bahan analisis mengenai Pajak Pengahasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kebayoran Baru Dua.
Metode
yang mendukung dalam pengumpulan data guna melengkapi penelitian ini digunakan
serangkaian kegiatan sebagai berikut :
1.
Observasi
Pengumpulan
data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan mencatat secara langsung
terhadap objek penelitian.
2.
Perpustakaan
Untuk memperoleh konsep yang akurat, sehingga dapat
memecahkan masalah penulisan mengadakan penelitian ke perpustakaan dengan
membaca dan mengumpulkan buku-buku, artikel, jurnal-jurnal, surat kabar,
majalah serta bacaan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Dalam penelitian ini ruang lingkup
penelitiannya yaitu mengenai Pengaruh Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21
terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru
Dua.Data yang ada dalam penelitian ini diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kebayoran Baru Dua.
Data yang dibutuhkan adalah data primer
yaitu data yang diperoleh dari wawancara dan obsrevasi yang dikumpulkan dan
diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua dalam bentuk
laporan Penerimaan Pajak yang dilaporkan selama tahun 2009-2012 dan data
sekunder yang didapat dari buku-buku yang menunjang.Sifat penelitian ini adalah
deskriptif kuantitatif, analisa ini bersifat hitungan dengan mengumpulkan,
mengolah, dan menganalisa data yang berwujud angka.Penelitian ini berlangsung
pada bulan Maret 2012 sampai bulan Januari 2013.
Berdasarkan permasalahan dalam
penelitian ini, maka penulis memberikan batasan masalah dengan ruang lingkup
penelitian mengenai Pengaruh Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap
Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua.
a.
Tempat
Penelitian: Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kebayoran Baru Dua yang beralamat di Jalan Ciputat Raya Nomor 2, Pondok Pinang,
Kebayoran Lama, DKI Jakarta.
b.
Waktu
Penelitian: Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2012 sampai dengan
Januari 2013.
c.
Sifat
Penelitian: Penelitian ini menggunakan data-data yang sifatnya Deskriptif
kuantitatif, analisa ini bersifat hitungan dengan mengumpulkan, mengolah, dan
menganalisa data yang berwujud angka.
a.
Populasi
Menurut Sugiyono (2006: 35), populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini
adalah laporan jumlah Pajak Penghasilan yang akan dijadikan bahan analisis
mengenai Pajak Pengahasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kebayoran Baru Dua.
b.
Sampel
Menurut Sugiyono (2006: 54), sampel
adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Dalam penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan metode random sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel secara acak. Dalam hal ini laporan jumlah Pajak Penghasilan
Pasal 21 yang menjadi sampel dan akan dijadikan bahan analisis adalah laporan
jumlah Pajak Pengahasilan Pasal 21. Metode penentuan sampel adalah bagian dari
populasi yang menjadi objek penelitian.
1)
Keterbatasan
waktu, tenaga dan biaya.
2)
Lebih cepat dan
lebih mudah.
3)
Memberi
informasi yang lebih banyak dan dalam.
4)
Dapat ditangani
lebih teliti.
Objek penentuan sampel penelitian dalam
makalah ini adalah Laporan Penerimaan Pajak pada Pajak Penghasilan Pasal 21
untuk Tahun 2009-2012.
Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan antara lain:
a.
Studi
Kepustakaan
Dalam metode ini secara langsung penulis memperoleh
informasi yang berkaitan dengan masalah yang di teliti berasal dari buku-buku,
internet, teori yang di dapat masa kuliah yang berkaitan erat dengan pembahasan
penelitian ini.
b.
Penelitian
Lapangan
Metode ini dengan mengumpulkan data secara langsung
lokasi objek penelitian yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua,
dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1)
Observasi, yaitu
melakukan pengamatan atas objek data, kegiatan, menghitung serta mencatat
data-data yang diperoleh.
2)
Interview
(Wawancara), yaitu pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab yang
dilakukan pada pokok bahasan penelitian.
3)
Data Primer,
yaitu data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Kebayoran Baru Dua berupa
Laporan Evaluasi Penerimaan Pajak Tahun 2009-2012, Struktur Organisasi, Sejarah
Perusahaan.
4)
Data Sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari buku-buku mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
perpajakan dan keterangan lainnya yang diperoleh dari media elektronik.
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua maka dilakukan teknik analisa
sebagai berikut:
a.
Analisa
Kontribusi
Kontribusi berarti “uang iuran atau
sumbangan” (Kamus Besar Bahasa Indosenia), yang dimaksud dengan kontribusi
dalam hal ini adalah sumbangan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap Penerimaan
Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua.
Analisa Kontribusi yaitu suatu alat yang
digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan
Pajak Pengahasilan pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua yaitu dapat dihitung dengan cara membandingkan
realisasi penerimaan Pajak Pengahasilan Pasal 21 dengan Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua.
Untuk menghitung Kontribusi Pajak
Penghasilan Pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Kebayoran Baru Dua maka digunakan sebagai berikut:
Table
3.1
Klasifikasi
Kriteria Kontribusi
Presentasi
|
Kriteria
|
0,00% - 10%
|
Sangat Rendah
|
10,10% - 20%
|
Kurang
|
20,10% - 30%
|
Sedang
|
30.10% - 40%
|
Cukup Baik
|
40,10% - 50%
|
Baik
|
Diatas 50%
|
Sangat Baik
|
(Sumber:
Timbing Litbang Depdagri – Fisipol UGM 1991 (Dalam Yuni Mariana, 2005))
Pajak Penghasilan 21
Kontribusi
= x
100 %
Penerimaan Pajak
|
b.
Uji Statistik
1) Regresi Linier Sederhana
Regresi linier sederhana didasarkan pada hubungan
fungsional satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Dalam hal
ini variabel independen adalah Penerimaan Pajak Pengahasilan Pasal 21 sedangkan
variabel dependen adalah Penerimaan Pajak.
Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel
tersebut maka digunakan persamaan:
y
= a + bx
Dimana:
y : nilai variabel dependen yang diprediksikan
a : nilai y bila x = 0 (harga konstan)
b : nilai koefisien regresi
x : variabel independen yang mempunyai nilai
tertentu
2) Koefisien Korelasi
Untuk mengetahui sejauh mana Pengaruh
Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua maka penulis mencoba menghitung
analisa Koefisien Korelasi sesuai dengan rumus Pearson Product Moment sebagai berikut:
Rumus Koefisien Korelasi:
n∑xy - ∑x∑y
rxy =
√{n ∑x²- (∑x)²
} {n ∑y²-(∑y)² }
Dimana:
rxy = koefisien korelasi Product
Moment
n = banyaknya jumlah X dan jumlah Y yang
berpasangan
∑xy =
jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y
∑x = jumlah seluruh skor X
∑y = jumlah seluruh skor Y
∑y² =
jumlah seluruh skor Y yang dikuadratkan
∑x² =
jumlah seluruh skor X yang dikuadratkan
Dengan demikian, dapat dijelaskan
ketentuan pengaruh hubungan yang terjadi sebagai berikut :
a) Jika r > 0
Hubungan antara X dan Y merupakan hubungan yang
positif, yaitu semakin besar nilai variabel X (bebas), maka akan semakin besar
pula variabel Y (terikat), atau sebaliknya semakin kecil nilai variabel X
(bebas), maka semakin kecil pula nilai variabel Y (terikat).
b) Jika r > 0
Hubungan antara X dan Y merupakan hubungan yang
negatif, yaitu semakin kecil nilai variabel X (bebas), maka semakin kecil nilai
variabel Y (terikat).
c) Jika r = 0
Hubungan antara variabel X dan Y tidak terdapat
pengaruh hubungan apapun. Variabel X (bebas) tidak memberikan pengaruh terhadap
variabel Y (terikat).
d) Jika r = 1 atau r = -1
Yang berarti terdapat hubungan yang sempurna antara
variabel X (bebas) dengan variabel Y (terikat). Jika r = 1, maka terdapat
hubungan positif antara variabel X (bebas) dengan variabel Y (terikat). Begitu
sebaliknya jika r = -1 maka terdapat hubungan negatif yang sempurna antara
variabel X (bebas) dengan variabel Y (terikat).
Untuk memberikan interprestasi koefisien
korelasi sebagai berikut :
Tabel
3.2
Interprestasi
Nilai Koefisien Korelasi
Besarnya
Nilai r
|
Interprestasi
|
0,90 –
1,00
|
Sangat
Kuat
|
0,70 –
0,90
|
Kuat
|
0,50 –
0,70
|
Moderat
|
0,30 –
0,50
|
Lemah
|
0,00 –
0,30
|
Sangat
Lemah
|
(Sumber: teori dan aplikasi statistika dan
propabilitas (dr. boediono, Dr. Ir Wayan Koster. 2001:184))
3) Analisa Koefisien Determinasi
Sedangkan untuk mengetahui seberapa besarnya
pengaruh Pendapatan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap Penerimaan Pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua dapat diukur dengan Koefisien
Determinasi atau Koefisien penentu sebagai berikut:
KD = r² x 100%
Dimana:
KD = Koefisien Determinasi
r = Koefisien Korelasi antara X dan Y
4)
Uji Hipotesis
Menurut Sugiyono (2008: 184), uji siginifikan
koefisien korelasi adalah untuk menguji signifikan hubungan antara variabel.
Rumus signifikan koefisien korelasi sebagai berikut:
a) Analisa thitung
r √n - 2
t =
√1
- r²
Keterangan:
t = nilai t-hitung
r = nilai koefisien korelasi
n = jumlah data pengamatan
b) Analisa ttabel
c) Menentukan nilai kritis (ttabel) dengan
menggunakan Degreeof Freedom (df)
adalah jumlah data -2 (n-2) dan tingkat signifikan yang digunakan.
Taraf nyata atau tingkat kesalahan (α) =
5% (0,05)
Derajat bebas (df) =
n-k
Berdasarkan tabel titik kritis distribusi t, ttabel
= (α : df )
Dengan uji ke arah kanan dengan α = 5%
Jika thitung< ttabel, maka
H0 diterima.
Jika thitung> ttabel , maka
H0 ditolak.
Sekaran dalam Sugiyono (2010: 91)
mengemukakan variabel penelitian pada dasarnya suatu hal yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya.
Sesuai
dengan judulnya yaitu “pengaruh” maka terdapat dua variabel yang digunakan
dalam penelitian ini variabel-variabel tersebut adalah:
a.
Variabel
independen atau variabel bebas (X)
Variabel independen adalah tipe variabel yang
menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Variabel independen sering disebut
sebagai variabel bebas yang mempengaruhi atau sebagai sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini variabel independen atau
variabel bebas X yaitu Pengaruh Pendapatan Pajak Pengahasilan Pasal 21.
b.
Variabel
dependen atau variabel terikat (Y)
Variabel dependen adalah tipe variabel yang
dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen sering
disebut juga sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam
penelitian ini variabel dependen atau variabel terikat (Y) adalah Penerimaan
Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru Dua.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan. (2012). Seri PPh - Penghitungan Pajak Penghasilan
Pasal 21. [on line]. Tersedia di http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-penghitungan-pajak-penghasilan-pasal-21.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan. (2012). Seri PPh - Subjek Pajak Penghasilan. [on line]. Tersedia di http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-subjek-pajak-penghasilan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. [on line]. kbbi.web.id/pengaruh
Mardiasmo. (2013). Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset.
Resmi,
Siti. (2009). Perpajakan: Teori dan Kasus.
Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suprianto,
Edy. (2011). Akuntansi Perpajakan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Waluyo.
(2008). Akuntansi Pajak. Jakarta:
Salemba Empat.
Yolina,
Meilani S. (2009). Dasar-Dasar Akuntansi
Perpajakan. Yogyakarta: Tabora Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar